Senin, 05 Mei 2014

TUGAS SOFTSKILL : AKUNTANSI INTERNASIONAL

Nama : Ryan Adi Putra
NPM : 26210292
Kelas : 4EB09


DAMPAK PENERAPAN PSAK REVISI (PSAK 16, 42, 50,55, 60) PADA LAPORAN KEUANGAN PT ULTRAJAYA MILK INDUSTRY & TRADING COMPANY TBK TAHUN 2012

PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk (IDX: ULTJ) merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi minuman yang bermarkas di Padalarang, Kab. Bandung, Indonesia. Beralamat di Jln. Raya Cimareme 131, Padalarang, Kab. Bandung. Perusahaan ini awalnya merupakan industri rumah tangga yang didirikan pada tahun 1958, kemudian menjadi suatu entitas perseroan terbatas pada tahun 1971. Perusahaan ini merupakan pioner di bidang industri minuman dalam kemasan di Indonesia, dan sekarang memiliki mesin pemroses minuman tercanggih se-Asia Tenggara.

Pada awalnya perusahaan yg berawal dari sebuah rumah di Jln. Tamblong Dalam, Bandung, ini hanya memproduksi susu. Namun seiring perkembangannya, dia juga memproduksi juice dalam kemasan bermerek Buavita dan Gogo serta memproduksi Teh Kotak, Sari Asem Asli dan Sari Kacang Ijo. Sejak tahun 2008 merek Buavita dan Gogo dibeli oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. sehingga PT. Ultrajaya Milk Industry Tbk. bisa kembali ke bisnis utamanya, yaitu produksi susu. Perusahaan yang didirikan oleh Ahmad Prawirawidjaja ini, seorang pengusaha Tionghoa yg sudah bermukim di Bandung, sekarang dikomandani oleh generasi kedua, yaitu Sabana Prawirawidjaja, dan siap-siap diteruskan kepada generasi ketiga, Samudera Prawirawidjaja.

PT. Ultrajaya Milk Industry Tbk. menggunakan sistem komputerisasi yang sudah terintegrasi, yaitu SAP, sejak tahun 2002. Bahkan perusahaan ini merupakan salah satu rujukan implementor SAP yang dinilai cukup sukses di dalam mengadopsi hampir semua modul SAP.

Latar Belakang

PSAK 16, 42, 50, 55, 60 revisi yang merupakan adopsi standar akuntansi keuangan internasional (IFRS) adalah PSAK yang kontroversial terutama karena dampaknya yang besar pada perusahaan di Indonesia. PSAK ini merupakan standar akuntansi yang kompleks dimana instrumen keuangan adalah komponen utama dari aset dan liabilitas bank membutuhkan biaya yang cukup besar karena membutuhkan investasi dalam teknologi informasi dan sumber daya manusia.

Dampak utama dari PSAK 16, 42, 50, 55, 60 revisi adalah dalam valuasi pencadangan kredit bermasalah dimana penekanannya adalah pada objektifitas dalam menentukan Cadangan Kerugian penurunan Nilai (CKPN) dari kredit yang diberikan yang harus berdasarkan data historis 3 tahun kebelakang, dan juga adanya keharusan valuasi debitur secara individual. Sebelumnya perhitungan CKPN berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia dimana terdapat batasan-batasan yang jelas mengenai kriteria penentuan kualitas kredit beserta persentase pencadangan yang dibutuhkan untuk masing-masing klasifikasi kualitas kredit. Bila diterapkan dengan benar maka penerapan PSAK 16, 42, 50, 55, 60 revisi akan meningkatkan akurasi dan keinformatifan CKPN. Namun demikian karena sifat PSAK 16, 42, 50, 55, 60 revisi yang principle based dan menekankan pada konsep maka pada penerapannya dapat memberikan ruang yang lebih bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba.

Ditambah lagi karena tingkat kompleksitas yang tinggi dari PSAK 16, 42, 50, 55, 60 revisi maka bila sumber daya manusia baik dari akuntan internal perusahaan maupun auditor eksternal serta teknologi informasi belum siap/tersedia maka dapat menyebabkan tingkat akurasinya diragukan.

Terlepas dari pengaruh penerapan PSAK 16, 42, 50, 55, 60 revisi berdasarkan IFRS, kualitas laba perusahaan tergantung pada mekanisme corporate governance baik eksternal (sistem hukum, legal enforcement, regulasi, kualitas audit) maupun internal (dewan komisaris, komite audit, struktur kepemilikan).

Standar akuntansi yang berkualitas tinggi saja tidak cukup untuk meningkatkan kualitas laba bila corporate governance pada tingkat negara ataupun perusahaan lemah

Manfaat dan Tujuan
  • Memahami perubahan-perubahan apa saja yang terdapat pada Revisi PSAK
  • Memahami bagaimana penerapan dari revisi PSAK dalam setiap transaksi bisnis dan pelaporan keuangan.
  • Memperoleh gambaran bagaimana melakukan antisipasi akibat timbulnya Revisi PSAK
  • Memahami aspek-aspek pajak yang ditimbulkan dari adanya perubahan PSAK.

Dampak PSAK 16 : Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap

Terhadap akun selisih penilaian kembali aset tetap sebesar Rp 37.113.595.344 sebagai akibat dilakukannya penilaian kembali aset tetap tanah pada tanggal 22 Desember 2003, berdasarkan PSAK No. 16 tentang Aset Tetap (Revisi 2007) yang berlaku efektif sejak 01 Januari 2008 akun tersebut telah direklasifikasikan ke dalam akun saldo laba.

Dampak PSAK 50 (REVISI 2006) dan PSAK 55 (REVISI 2006)
Perseroan menerapkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) pada tanggal 1 Januari 2010 secara prospektif sesuai dengan ketentuan transisi. Pada tanggal 1 Januari 2010, Perusahaan telah menentukan setiap kemungkinan penurunan nilai dari instrumen keuangan berdasarkan kondisi eksisting pada tanggal tersebut. Setiap selisih antara nilai yang telah diturunkan dan kondisi eksisting disesuaikan ke saldo Laba Ditahan per tanggal 1 Januari 2010. Perusahaan telah melakukan perhitungan Penyisihan Penurunan Nilai Aset, selisih sebesar Rp 753.702.352 telah disesuaikan ke saldo awal Laba Ditahan per 1 Januari 2010.

Sumber : 
- idx.co.id 
- wikipedia.com

Selasa, 07 Januari 2014

IT Governance

Definisi IT Governance
Berbagai definisi mengenai IT governance dapat ditemukan pada banyak literatur. Beberapa diantaranya menyatakan bahwa IT governance merupakan sebutan lain dari ICT governance. Menurut Weill dan Ross (2004) IT governance adalah wewenang dan tanggung jawab secara benar dalam menetapkan suatu keputusan untuk mendorong perilaku penggunaan teknologi informasi pada perusahaan. Sementara itu, henderi et. all (2008) mendefinisikan IT governance adalah keputusan yang benar dalam bingkai yang bisa di minta pertanggung-jawabannya untuk mendorong keinginan dan kebiasaan penggunaan teknologi informasi. Pada bagian yang lain Henderi (2008) juga mendefinisikan IT governance adalah landasan kerja yang mengukur dan memutuskan penggunan dan pemanfaatan teknologi informasi dengan mempertimbangkan maksud, tujuan, dan sasaran bisnis perusahaan. Dengan demikian IT governance merupakan usaha mensinergikan peran IT dan governance dalam mencapai sasaran dan tujuan perusahaan atau organisasi. IT fokus kepada teknologi sementara governance fokus kepada tata kelola. IT governance merupakan tanggung jawab dari Dewan Direktur dan Manajemen Eksekutif . IT governance adalah suatu bagian utuh dari tata kelola perusahaan dan terdiri dari pimpinan dan struktur organisasi dan proses-proses yang menjamin keberlanjutan IT organisasi mengembangkan dan memperluas strategi dan tujuan organisasi.
Organisasi tidak akan mungkin menerapkan IT Governance yang baik jika organisasi tersebut belum sadar manfaat atau keuntungan akan implementasi IT Governance atau bahkan belum sadar definisi mengenai IT Governance itu sendiri.
Pentingnya manfaat akan IT Governance tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena sebuah hal yang critical dalam operasional perusahaan. Manfaat IT Governance tidak seperti manfaat yang terasa langsung seperti halnya implementasi suatu aplikasi tertentu, atau instalasi satu server tertentu. Tetapi merupakan awareness yang sangat penting dalam implementasi IT Governance di dalam sebuah organisasi.
Beberapa tahun terakhir ini, berbagai penelitian telah dilakukan dan beberapa definisi mengenai IT Governance pun telah dikeluarkan. Menurut Van Grembergen, IT Governance adalah :
“IT Governance is the organisational capacity exercised by the Board, Executive Management and IT management to control the formulation and implementatio of IT strategy and in this way ensure the fusion of business and IT”
Sementara menurut Weill & Ross dari Sloan School of Management, MIT, IT Governance adalah :
“Specifying the decision rights and accountability framework to encourage desirable behaviour in the use of IT.”
Definisi tersebut menitikberatkan bahwa IT Governance harus mampu mengarahkan perilaku penggunaan TI sesuai dengan perilaku yang diinginkan atau ditetapkan. Hal yang dimaksud dengan perilaku yang diinginkan adalah perilaku yang sesuai dengan visi misi, nilai-nilai, strategi dan budaya organisasi (Weill 2). Selanjutnya, menurut IT Governance Institute adalah :
“IT governance is the responsibility of the Board of Directors and Executive Management. It is an integral part of enterprise governance and consists of the leadership and organizational structures and processes that ensure that the organization’s IT sustains and extends the organization’s strategy and objectives
Sedangkan menurut standar yang dikeluarkan oleh Australia yaitu AS-8015 tentang Good Corporate Governance for ICT, yang dimaksud dengan IT Governance adalah :
“The system by which the current and future use of Information and Communication Technology (ICT) is directed and controlled. It involves evaluating and directing the plans for the use of ICT to support the organisation and monitoring this use to achieve plans. It includes the strategy and policies for using ICT within an organisation.”
Definisi tersebut menjelaskan IT Governance  secara umum, bahwa ICT harus mampu untuk mendukung organisasi dan monitoringnya serta juga mulai mengarahkan bahwa pihak yang berperan dalam IT Governance adalah pihak top manajemen.
Definisi-definisi tersebut memiliki beberapa perbedaan, dengan masing-masing memiliki titik berat pada aspek yang berbeda. Namun secara umum, seluruh definisi tersebut memiliki kesamaan isu yaitu perlunya keselarasan strategis antara TI dengan bisnis (strategic alignment) dan bahwa tanggung jawab IT Governance ini ada di pundak komisaris, direksi dan manajemen puncak.
Adapun definisi IT Governance yang akan dirujuk dalam penelitian ini sendiri adalah definisi IT Governance menurut IT Governance Lab - UI (ITGL-UI) yang merupakan integrasi dari definisi-definisi yang ada serta penyesuaian dengan kondisi Indonesia yang cukup unik. Definisi tersebut adalah sebagai berikut :
“Tata-kelola Teknologi Informasi adalah suatu wewenang & tanggung jawab dari komisaris, direktur dan manager TI terkait dengan upaya TI menunjang strategi & tujuan organisasi, yang memanfaatkan mekanisme struktural, mekanisme komunikasi dan proses-proses tertentu.”

Selasa, 05 November 2013

TUGAS 2 SOFTSKILL ETIKA BISNIS



Nama : Ryan Adi Putra 

Kelas : 4EB09

NPM : 26210292

ETIKA BISNIS

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham dan masyarakat.

Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

1.    Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Dengan saling percaya, kegiatan bisnis akan berkembang baik. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
a.    Pengendalian diri
Pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.

b.    Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Sebagai contoh, kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.

c.    Mempertahankan jati diri
Tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi. Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

d.   Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya.

e.    Menerapkan konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"eksploitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin.

f.     Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

g.    Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

h.   Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.

i.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.

j.      Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah dimiliki oleh semua orang, maka semua orang akan saling memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

k.    Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.

2.    Kesaling-tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.

Dua pandangan tanggung jawab sosial :
1.      Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented).
2.      Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial.

3.    Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika bagi pelaku bisnis:
·         Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di dalamnya.
·         Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat.
·         Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak-pihak yang melakukannya.Bisnis adalah kegiatan yang mengutamakan rasa saling percaya.

4.    Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Diakui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis.
Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada Universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di India etika bisnis dipraktekkan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di Indonesia, pada beberapa perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha Indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.

5.    Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.

6.    Contoh Kasus Etika Bisnis
Kasus Indomie di Taiwan
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (aam benzoat). Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie  adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Bagi perusahaan Indomie sebaiknya memperbaiki etika dalam berbisnis, harus transparan mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk mie yang mereka produksi agar tidak ada permasalah dan keresahan yang terjadi akibat informasi yang kurang bagi para konsumen tentang makanan yang akan mereka konsumsi.

Sumber :